watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

MAK LELA

Kisah ini bermula dengan persiapan kelahiran
anak pertamaku. Isteriku, Nana, yang kunikahi
hampir dua tahun lalu, akhirnya menjadi
perempuan sempurna sebagai ibu yang
melahirkan sendiri anaknya.
Namun, dengan pertimbangan belum
berpengalaman melahirkan, ia ingin kedua orang
tuanya, bapak dan ibu mertuaku, menemaninya
selama proses kelahiran. Ringkas cerita, tempat
tinggal pun kedatangan tamu. Untuk
menghormati orang tua, kami menjemput
pasangan itu. Tak ada kejadian istimewa ketika
kami menjemput. Layaknya anak kepada orang
tua, kami berusaha melayani sebaik-baiknya.
Sampai tibalah saatnya Nana melahirkan bayinya
dan harus tinggal di rumah sakit bersalin,
kerennya sih Rumah Sakit Ibu dan Anak. Dokter
kandungan yang memeriksa isteriku
menyatakan sebaiknya Nana tinggal di RS agar
pemulihan kesehatan dan perawatan bayinya.
Kami yang semula berempat terpaksa
meninggalkan Nana di RS dan kembali ke rumah
bertiga saja. Aku dan kedua mertuaku.
Nah, ketika kami tiba di rumah, aku duduk di
sofa sambil tidur-tiduran, Sementara mertuaku
menyibukkan diri, berusaha kerasan di tempat
anaknya. Bapak mertuaku tampak sibuk dengan
buku teka-teki silang yang entah dari mana ia
dapatkan. Ibu mertuaku pun menyambar koran
dan duduk di kursi sebelah sofa di ruang tamu.
Posisinya agak menghadap aku, dengan sofa
dan kursi membentuk huruf L. Sofa tempatku
berbaring adalah bagian atas L, dan kursi tempat
mertuaku membentuk bagian bawah L.
Saat itu aku terserang kantuk sebenarnya. Jadi,
aku bergeser ke samping dan membuka mata.
Ibu mertuaku, namanya Nurlela, yang biasa ku
panggil Mak Lela, kelihatan serius membaca
koran sampai menutup wajah dan tubuh bagian
atasnya. Maka aku hanya bisa melihat dia dari
pinggang ke bawah. Saat itulah aku tersadar! Dia
mengenakan salah satu rok lipit panjang, yang
telah turun sampai ke lutut dan cukup longgar.
Jelas, ketika ia duduk roknya naik sedikit di atas
lutut dan agak longgar. Hal pertama yang aku
lihat adalah sepasang betis yang memukau!
Maksudku ramping dan cantik, seperti yang
terlihat di sinetron TV itu! Inilah rahasia pertama
yang aku temui pada Mak Lela.
Siapa yang mengenal Mak Lela, tidak akan
pernah melihat bagian atas lututnya. Tapi kali ini
mataku menjelajahi kakinya dan melihat bahwa
cara ia duduk membuatku dapat melihat seluruh
pahanya dengan jelas! Putih krem dan tampak
sehalus sutera berlanjut hingga menghilang
dalam kegelapan. Aku merasa penisku terjepit di
celana! Aku tahu aku sudah kehilangan seks yang
sehat, tetapi kaki dan paha perempuan akan
membuat laki-laki berdarah merah menarik
napas! Aku terus menatap kaki seksi itu dan
mulai berfantasi apa rasanya berada di antara
keduanya! Maksudku, ini adalah ibu isteriku dan
ia membangkitkan birahiku!
Aku yakin dia tidak tahu apa yang sedang terjadi
dan tak sadar membuatku terpesonaa. Dia masih
sibuk dengan koran, jadi aku meringkuk,
berusaha menyembunyikan penis kerasku ke
dalam bantal. Tak lama kemudian aku
mendengar dia memanggil nama aku lembut
dan bertanya apakah sudah saatnya makan
malam? Aku bilang akan segera bangun, tetapi
dia mengatakan santai-santai saja, karena ia ingin
berganti pakaian dulu sepulang dari RS. Dia
bangkit pergi sementara aku menunggu penisku
normal dulu agar bisa bergerak. Akhirnya aku
sudah kembali normal dan berjalan ke dapur,
melewati Pak Hasan, mertua lelakiku yang masih
tenggelam dalam TTS dan tidak menunjukkan
tanda-tanda bergerak.
Karena tak memiliki pembantu dan memang
piawai memasak, aku ke dapur menyiapkan
makan malam untuk kami bertiga. Saat itulah
aku mendengar Mak Lela masuk ke dapur,
tempat aku menemukan rahasia kedua. Mak Lela
telah berganti pakaian menggunakan celana kulot
krem dan polo shirt berhias bordir . Aku tidak
banyak perhatian langsung pada kulot karena
polo shirtnya cukup ketat memamerkan
sepasang payudara indah! Setidaknya berukuran
36, bulat dan penuh dan jauh lebih besar
daripada milik anak-anaknya yang tiga orang
perempuan semua itu.
Desakan di celana mulai lagi ketika aku
melihatnya bergerak di dapur. Aku harus
berhati-hati menyembunyikan tonjolan penis ini.
Kami lantas mulai menyiapkan makanan dan aku
tidak bisa apa-apa kecuali mengawasi goyangan
buah dada setiap kali ia memotong sayuran.
Namun gairah birahiku kian memuncak ketika
pikiranku melayang kembali ke paha dan kaki
yang terlihat beberapa saat sebelumnya. Aku
berjalan ke tempat cuci piring untuk memeriksa
apakah aliran airnya lancar. Saat aku menoleh
bagian bawah aku agak terkesiap melihat
bokongnya. Maksudku, itu tidak sebagus punya
Nana, dan menunjukkan tanda-tanda setengah
baya sedikit melebar, tapi tampak montok, bulat
dan seksi. Dengan mudah aku membayangkan
tanganku meremasnya! Aku belum bisa percaya
tergetar oleh Mak Lela, tanpa dia ketahui! Kami
selesaikan sajian makan malam itu berdua: aku
berusaha menyembunyikan penis keras,
sementara Mak Lela tidak mampu mengalihkan
mataku jauh dari gundukan yang merangsang!
Pak Hasan segera bergabung dan kami cepat
selesai memasak dan beralih di meja makan.
Aku tidak bisa mengambil risiko ketahuan, jadi
mataku terus di piringku sementara kami bertiga
mengobrol ringan. Aku selesai pertama dan
bilang kecapekan serta berniat mandi langsung
menuju tempat tidur.
Ketika aku membuka pakaian di kamar mandi,
gambaran tubuh Mak Lela memenuhi kepalaku.
Penisku tegang setegang-tegangnya dan
berdenyut saat aku menyabuninya. Pada
gosokan kesekian pikiranku kembali
membayangkan halus paha dan kaki Mak Lela,
hingga aku meledak dalam getar orgasme luar
biasa! Aku harus bersandar ke dinding ketika air
maniku menyembur. Setelah itu aku cepat-cepat
menyelesaikan mandi dan pergi tidur. Beberapa
kali aku terbangun dan membayangkan
mengisap payudaranya, membelai pahanya,
mencengkeram bokongnya. Ketika aku melihat
ke bawah batang di selengkanganku mengeras.
Tak tahan, kembali aku beronani, kali ini di
tempat tidur.
Aku tertidur kembali dan ketika aku terbangun
sebelah kamarku sudah dibanjiri cahaya dan jam
kesukaan aku menunjukkan pukul 10 kurang
sedikit. Aku duduk, perasaan seperti aku baru
saja pergi tidur, dan teringat telah menghabiskan
malam dalam gairah memuncak sehingga basah
celana dalamku. Aku terhuyung-huyung ke
kamar mandi. Bagaimanapun, Mak Lela
tampaknya belum menyadari birahiku. Usai
mandi, aku mengeringkan diri dan dengan
penuh semangat bersiap-siap untuk kembali ke
RS untuk melihat Nana. Aku mencium aroma
kopi yang sedang diseduh di dapur dan
mendatanginya. Mak Lela memanggilku dari
ruang makan "Kamal, ya?" (Dia selalu memanggil
aku Kamal, begitu tepat)
"Ya", jawabku.
"Oh, bagus, dia berkata, Aku sedang
menunggumu bangun. Bapak telah pergi keluar
untuk sedikit untuk mencari beberapa buku TTS.
Ia harus segera kembali dan kemudian kita akan
pergi melihat Nana"
Aku bisa mendengar koran berdesir dan berpikir
ia telah terjebak dalam hidungnya lagi. Aku
memutuskan untuk pergi duduk di ruang tamu
dan menangkap berita sebelum pergi. Kita hidup
dan r. makan yang terbuka untuk satu sama lain
dan aku sekilas melihat Mak Lela keluar dari sudut
mataku, duduk di meja ruang dinning membaca
koran Minggu. Ketika aku duduk di kursi aku
menyalakan t.v. dan dibalik itu ke salah satu
program Minggu pagi. Ketika aku menghirup
kopiku Aku melirik Mak Lela, masih terpesona
dalam membaca. aku agak terkejut melihat
bahwa ia masih mengenakan gaun tidur sutra
putih. Mak Lela tua koq, pikirku, sampai aku
membiarkan mataku melayang ke bawah. Dia
telah menyilangkan kaki dan memperlihatkan
sedikit bagian atas lututnya. Penisku mulai
bergerak saat aku menatap kaki Mak Lela. Semua
membuat aku tegang dan aku hanya duduk
minum kopi sambil menatap kaki! Akhirnya aku
memaksa bangun dan pergi dari dapur untuk
meletakkan cangkir ke dalam bak cuci. Tepat
ketika aku hendak pergi, Mak Lela berjalan dalam
membawa piringnya ke tempat cuci piring.
Dia tersenyum sopan, dan bertanya "Apa mau
berangkat sekarang?"
"Eh, ... Ya", kataku, agak malu karena aku baru
saja mengintipnya.
"Iya deh", dia berkata, "Mak dan Bapak akan
segera menyusul" dan memutar keran air untuk
mencuci piring.
Aku hampir sampai ke pintu ketika ia memanggil
namaku
"Kamal, di mana Nana menyimpan sabun?"
"Eh", pikirku sambil berjalan kembali ke dapur,
"Apakah Mak lihat di bawah bak cuci piring?"
Ketika aku masuk, aku melihat Mak Lela, satu
tangan di bak cuci piring yang lain di pintu, agak
sedikit membungkuk melihat ke kolong. Saat aku
semakin dekat aku melihat bahwa dalam
posisinya sekarang bagian depan bajunya
memperlihatkan puncak-puncak payudaranya.
Tampak seolah-olah buah dada itu seperti
memberontak keluar dari kurungan.
Payudaranya memang agak kendur, tapi ketika
kondisiku sekian lama libur birahi, keduanya
tampak sangat merangsang! Aku juga bisa
melihat tonjolan putingnya dari baju Mak Lela.
Penisku langsung keras saat aku melawan
dorongan untuk mendekatkan wajahku di antara
payudaranya!
Mak Lela menyadarkan aku ketika mengatakan
"Nggak ada tuh Mal"
Aku segera mendekat untuk mencari sabun cuci
piring. Beruntung aku menemukannya dan kami
berdua berdiri lurus ke atas dengan Mak Lela
melanjutkan mencuci, benar-benar tidak
menyadari apa yang baru saja terjadi.
Kunjungan dengan Nana dan bayi berjalan
dengan baik dan orangtuanya bergabung
dengan kami setelah beberapa saat. Aku
mengepalkan mata Mak Lela meskipun sendiri,
merasa beberapa gejolak di selangkanganku saat
ia melangkah masuk.
Mertuaku pulang lebih dulu, sementara tidak
terlalu terburu-buru. Ketika aku rasa
kunjunganku cukup aku memutuskan pulang
untuk makan malam. Aku mencium Nana dan
bayi dan segera pulang dan tidur. Sebenarnya
aku memikirikan untuk mencoba siapa tahu Mak
Lela dapat melepaskan birahiku yang
memuncak.
Keesokan harinya, bangun tidur aku segera
mandi pagi. Selanjutnya aku mengenakan celana
pendek dan t-shirt berjalan ke dapur. Aku
teringat Pak Hasan mertua laki-lakiku biasa jalan
pagi-pagi dan pulang siang hari. Mungkin di
rumah tinggal aku dengan ibu mertua. Lantas
aku berjalan ke dapur untuk menemukannya
bersandar di tengah ruang sambil membaca
koran pagi.
"Mak Lela sudah sarapan?" kataku sambil
menatapnya.
"Belum. Mak nunggu Kamal. Bapak sudah jalan
tuh Mal," katanya sambil bergerak ke meja
makan.
Aku menatapnya. Dia menunduk. Kami pun
mulai menyantap nasi goreng sarapan yang
sudah Mak Lela buat sebelumnya
"Aku bilang sama Nana Mak Lela dan Bapak itu
sangat cocok. Jadi awet muda semuanya,"
kataku mebuka obrolan dengan hati-hati.
"Yah, kami mencoba untuk menjaga kesehatan.
Masa sih awet muda? Itu sih supaya mertua
senang," katanya sambil tersenyum.
"Tapi tetap saja, Mak Lela memang masih
cantik," jawabku.
"Jika kamu mencoba merayu aku Kamal,
berhenti deh," dia sedikit tertawa.
Aku merasa penisku kesukaran di celana. Aku
melihatnya bergerak menuju dapur dan takjub
betapa aku mendambakan wanita ini, seseorang
yang tak berarti apa-apa bagiku beberapa hari
lalu. Dia bersandar pada tengah meja dan
membaca koran, sementara dia makan. Aku
berdiri di sisi berlawanan, seperti bersandar ke
sisi meja.
Aku mengamati sejenak dan kemudian berkata
"Mak tahu nggak, Mak akan membuat setiap laki-
laki bangga menggandeng Mak."
Dia mendongak dan menatapku sejenak, lalu
menyeka mulutnya dengan serbet.
"Eh .... terima kasih, itu kata-kata yang
menyenangkan," katanya malu-malu.
Dia bingung oleh komentar tak terduga dan
gugup menghirup teh. Aku terus
memandangnya.
"Aku bukan pura-pura, sungguh koq Mak,"
jawab aku sangat tenang.
Dia hanya terus menatapku, mencoba untuk
memikirkan bayangan. "Kayaknya, kamu sedang
gombal Kamal," katanya sambil tersenyum. "
"Masa sih? Nggak mungkin Mak belum pernah
mendengar orang lain memuji kecantikan Mak,"
kataku sambil meletakkan kedua tangan di meja
dan bersandar sedikit ke depan.
Dia tampak terkejut dan aku bisa tahu dari
caranya memandang aku bahwa dia takut dia
telah menyakiti perasaan aku. "Bukan begitu,
hanya saja aku tidak mendengar banyak dari
laki-laki, bahkan dari Bapak," katanya.
Aku santai membungkuk sedikit lebih jauh,
menempatkan tanganku di atas meja. "Koq
Bapak begitu?" kataku.
"Yah, kamu tahu, ketika telah lama menikah yang
begitu sudah jarang terdengar," jawabnya.
Aku menatap dalam di matanya dan berkata "Ya
biar saja aku yang memuji Mak sepenuh hati. "
"Mak rasa memang Kamal memuji sungguhan,"
katanya ketika mencari sesuatu di mataku.
Aku membungkuk sedikit lagi sampai kami
terpisah beberapa inci saja. "Dekat dengan
perempuan seperti Mak seharusnya membuat
betah lama-lama ngobrol. Aku betah lama-lama
dekat Mak," kataku sangat lembut, menatap ke
matanya.
Dia hanya menatap kembali, alis berkerut,
seolah-olah ia sedang mencoba memahami apa
yang aku katakan. "Mak harus bilang apa ya?"
jawabnya.
"Mak nggak perlu bilang apa-apa," aku
memotong.
Aku bergeser lagi hingga hidung kami hampir
bersentuhan dan berbisik padanya "Lebih baik
tidak usah bicara."
Mata miliknya bergeser turun ke mulutku dan
dengan kening berkerut memerhatikan saat aku
perlahan mendekatkan dua bibir kami. Rasanya
seperti itu lama sekali ketika bibirku semakin
dekat dengan wajahnya, sampai aku merasa
menyentuh dan kemudian merapat ringan
lembut, ciuman yang menakjubkan!!
Matanya tertuju pada aku dan menunjukkan
keheranan, namun ia membeku di tempat ketika
aku menciumnya. Aku tahu aku tidak bisa
memainkan tanganku berlebih-lebihan dulu dan
aku pikir lebih baik mundur sejenak dan melihat
reaksinya. Aku perlahan-lahan mundur dan
merasakan bibir kami terpisah secara perlahan,
sambil menjaga mataku pada bibirnya. "Kenapa
Kamal cium Mak? tanyanya tak percaya,
suaranya tepat di atas bisikan.
"Nggak tahu Mak," aku berbohong, "Aku tidak
bisa menahan diri."
Matanya berlari dari mulut ke dua mata dan
kembali lagi seolah-olah ia sedang mencari
penjelasan yang masuk akal. Kami berdiri di sana
untuk beberapa saat, hanya memandangi satu
sama lain.
Dia menunduk dan berkata "Yah ... Kamal tidak
seharusnya begitu.... Ini ... tidak ... benar!"
Aku mengamati sejenak dan berkata "Aku kira ...
eh ... eh aku nggak sadar. Mak begitu cantik,
sampai aku tidak bisa menahan diri"
Dia menatapku dengan ekspresi kosong di
wajahnya. Aku membungkuk lagi dan menutup
kesenjangan antara kami.
"Seperti sekarang," kataku
Dia tetap fokus pada bibirku ketika memusatkan
perhatian pada bibirnya, menyekanya ringan dan
kemudian melekat lembut. Bibirnya lembut dan
hangat menyentuh ketika aku menekan lembut.
Matanya menatap aku dan bergetar saat dia
mengeluarkan desahan kecil. Aku melanjutkan
ciuman ketika penisku meluncur di celana,
menekan meja, dan aku merasa sulit untuk
mengendalikan napas. Nafsu aku semakin naik
ketika menekan bibirku sedikit lebih tegas ke bibir
Mak Lela.
Dia mengeluarkan suara dengusan dan mencoba
menghindari ciuman dengan meletakkan
tangannya ke dadaku dan mengerahkan sedikit
tekanan, tetapi tidak benar-benar cukup untuk
mendorongku. Aku tidak ingin merusak saat ini
dengan menjadi terlalu agresif, jadi aku teruskan
ciuman lembut dan tidak bergerak, hanya
bersentuhan merasakan nyaman di bibirku.
Aku melihat matanya ketika mendelik lagi dan dia
mengeluarkan gumaman lembut, "uhhmm."
Kelopak matanya seolah-olah berjuang untuk
tetap terbuka, tapi perlahan-lahan kalah dalam
pertempuran ketika akhirnya terpejam. Aku
merasakan bibirnya melunak sedikit di bawahku
sehingga aku memiringkan kepala dan bibir aku
tenggelam sedikit lebih ke dalam miliknya, tetapi
dia masih berdiri diam. Aku ingin menjelajahi
mulutnya, tapi berperang melawan dorongan
dan hanya membiarkan bibirku menyentuh
miliknya. Kepalaku mulai bergerak perlahan-
lahan naik-turun, bibirku membelai miliknya.
Alis Mak Lela terangkat saat ia mengembuskan
napas pelan lagi, "uhhm", membiarkan otot-otot
lehernya untuk bersantai, menyebabkan
kepalanya bergerak seirama dengan aku,
menyerah sepenuhnya untuk berciuman
denganku!
Ciuman itu tidak berat sama sekali, namun itu
adalah ciuman paling bernafsu dalam hidupku!
Ruangan itu hening kecuali suara yang lembut
bibir kami yang beradu. Dorongan libidoku naik
dan penisku berdenyut kencang. Aku merasa
sangat ingin mendekapnya dan menekan
tubuhnya ke dekatku, tetapi ada penghalang di
antara kami. Ciuman berlanjut, hampir dalam
gerakan lambat, kepala kami perlahan bergerak
naik dan turun bersama-sama ketika lembut bibir
kami menyentuh satu sama lain.
Hampir pada saat yang sama kita berhenti
bergerak dan perlahan-lahan menarik kembali,
bibir kami masih melekat sejenak sampai
terpisah secara bertahap. Aku hanya mundur
untuk fokus pada reaksi. Mata Mak Lela masih
terpejam dan ia bernapas sangat pendak, napas
cepat melalui bibir sedikit terbuka. Aku mabuk
oleh ciuman itu sambil mengangkat kelopak
matanya dalam kabut murung, dan terfokus
pada mulutku, tampak seperti ia mencoba
datang untuk menerima apa yang baru saja
terjadi. Aku memandang ke arahnya dan
mendapati diriku menatap bibir berkilaunya.
"Tuhan, bibir itu!" aku menjerit dalam hati, "Aku
harus merasakannya lagi!"
Aku khawatir dia akan tersadar dan menampar
aku, tapi rasanya aku sudah telah tergila-gila
pada mertuaku ini! Aku perlahan maju lagi,
menatapnya bereaksi. Rupanya Mak Lela terus
menatap bibirku yang semakin dekat dengan
wajahnya. Kemudian, aku terkejut, matanya
menyipit dan ia mengangkat kepala sedikit dan
memiringkan kepalanya untuk menyelaraskan
bibirnya dengan bibirku, menunggu! Aku ragu-
ragu sejenak, bibir kami yang masih terbuka
saling menanti, dan, ketika aku melanjutkan
gerakan ke arahnya, dia bergerak maju untuk
melekatkan bibirku dengan bibirnya dalam
kehangatan ciuman perselingkuhan! Bertemunya
bibir kami, entah bagaimana, menyebabkan
kami berdua mengeluarkan erangan lembut,
"uhh hmm."
Kali ini kami bergerak bersama-sama, bibir kami
melekat perlahan, kepala kami pun bergerak
perlahan ke atas dan ke bawah, menyentuh bibir
kami masing-masing secara bersama.
Kelembutan ciuman itu membuat birahiku
menggelegak dan pada saat yang sama aku
menyadari betapa inginnya aku
menyetubuhinya.
Penisku berdenyut seperti memberontak di
celana ketika kami melanjutkan, kepala kami
terombang-ambing, menekan bibir lebih
kencang bersama, namun mempertahankan
kelembutannya. Rasaan luar biasa! Setelah
beberapa saat ia berhenti, meletakkan tangannya
di dadaku dan perlahan-lahan menarik kembali,
mundur perlahan-lahan dan memishkan bibir
kami. Mata Mak Lela perlahan terbuka dan ia
menatapku, sambil menghela napas.
"Berhenti .. Kamal, ini ... ini sangat salah! Kita
tidak bisa .... ... membiarkan ini terus!" dia
mengerang.
Dia tampak bingung ketika ia berdiri tegak,
matanya tertunduk.
"Aku.. . .. tidak tahu bagaimana .. ini terjadi,
tetapi kita harus berhenti!" dia mulai menangis.
Aku menatapnya, mencoba memikirkan kata-
kata yang bisa membuatnya tenang sehingga
aku bisa terus melanjutkan .
"Mak Lela ... um ... aku nggak bisa jelasin,"
kataku.
Dia memandang mataku, dan berkata "Mak tidak
menyalahkan kamu sepenuhnya, Kamal."
Dia menunduk lagi dan berkata "Maksud aku ...
pertama sih mungkin tidak apa-apa, spontan.
Tapi yang kedua kedua kalinya ... Mak
seharusnya mencegah Kamal .... tapi ... Mak.
membiarkannya terus .... Mak menyerah! Mak
juga nggak tahu kenapa begitu! Waktu Kamal
mencoba ... lagi ... mak seharusnya sudah
menguasai diri, tetapi ... Mak bukan berhenti
malah membiarkan itu terjadi .. Ya tuhan, Mak
juga membiarkan kamu. Gimana Mak bisa
menghadapi Bapak dan Nana setelah ini? "
Aku berdiri sambil berpikir dan kemudian mulai
bergerak ke sisi , tapi tiba-tiba ia mendongak
dengan ekspresi kaget dan mulai bergerak
kembali. Aku berhenti dan bersandar di ujung
pulau dan dia berhenti di sepanjang sisi. Dia
cukup dekat sehingga aku bisa meraih dan
menyentuhnya, namun cukup jauh, sehingga ia
merasa nyaman.
"Mak Lela ... aku tidak akan khawatir tentang
Bapak dan Nana, mereka tidak pernah perlu tahu.
Hanya saja sesuatu yang terjadi dan dapat tetap
bersama kita" kataku dalam upaya untuk alasan
dengannya.
Tuhan, Nana tidak boleh pernah tahu tentang ini!
Dia tidak menatapku, tapi berkata "Oh, Kamal ...
Mak berharap bisa menjelaskan pada diri sendiri
bagaimana hal ini terjadi! Tidak ada yang seperti
ini, belum pernah terjadi padaku ..... Mak
cuma ...."
"Mak Lela, aku yang bersalah," kataku. "Aku
terhanyut. dan tidak bisa benar-benar
menjelaskan Mak. Aku melihat betapa cantiknya
Mak ... dan aku. .. tak bisa mengendalikan
dorongan untuk mencium Mak! Aku tidak bisa
menahan diri! Kemudian setelah aku
melakukannya ... Aku tidak bisa berhenti
memikirkan bagaimana rasanya.. dan aku
terdorong ingin melakukannya lagi! Pengen sekali
sehingga aku tidak bisa menahan diri "
Saat aku berbicara ia akan melirik ke arahku, lalu
mengalihkan matanya ke bawah, seolah-olah dia
malu dengan penjelasan aku.
Ia menyela "Yah mungkin begitu, tapi Mak sudah
tua dan Mak kan mertuamu. Mak nggak
mengerti berciuman sama Kamal sampai tiga
kali....!!!"
Aku tetap diam beberapa saat, agar berhati-hati
menanggapinya.
"Satu-satunya penjelasan yang aku miliki, Mak
memang membuatku terpesona." Aku berkata
dengan nada tenang. "Ekspresi wajah Mak, saat
rambut Mak memantulkan cahaya, ketika bibir
Mak menyentuh bibirku ... semua itu terlalu
banyak. Aku tidak pernah berpikir yang lain ....
Aku hanya mengikuti perasaan. Aku sangat
menyesal, dan tidak tahu bagaimana Mak bisa
memaafkan aku "
Aku bersandar ke dinding, mencoba bermain
dengan simpati. Dia menatapku sebentar dan
kemudian melangkah ke arahku.
"Nah, Kamal, aku kira ada cukup alasan untuk
saling menyalahkan. Aku merasa begitu ....
kotor!" dia menangis.
Aku menyela, "Jangan, itu tidak seperti itu. Ini
bukan apa-apa. Aku terpesona oleh Mak sebagai
perempuan sangat menarik dan aku tidak bisa
ingat kapan terakhir kali aku merasa begitu
bermakna dengan kehadiran Mak. "
Matanya melebar ketika ia meresapi apa yang
aku katakan. "Oh, Kamal ... Mak tidak tahu harus
berkata apa. Tidak ada yang pernah mengatakan
itu kepada Mak sebelumnya. Mak mau bilang
sungguh-sungguh, Mak cuma kaget ..."
jawabnya.
Aku mengamati wajahnya sejenak untuk
membiarkan semua rayuanku mengena.
"Aku.. tidak bermaksud membuat Mak
canggung atau tidak nyaman dan bukan
maksudku mempermalukan diri kita sendiri,.....
aku benar-benar tidak bisa menahan diri."
Kataku.
Matanya melembut dan ia menjawab "Mak
percaya kamu Kamal. Kata-katamu saja yang
mengejutkan. Mak tahu sedikit tentang apa yang
kamu bicarakan, Mak merasakan juga di ciuman
terakhir. "
Dia berhenti bicara dan menunduk lagi. Pada saat
itu aku pikir aku tidak pernah menginginkan
wanita mana pun seperti aku ingin dia. Rasanya
seperti seorang sakit yang pergi ke bagian
terdalam dari pangkal paha aku.
Aku membungkuk ke arahnya dan berkata "Mak
Lela, aku tidak bisa menjelaskannya, tapi aku
tidak bisa menahannya."
Aku terus bersandar ke depan, bibirnya dalam
jarak jangkauku. Dia tampak diam di tempat,
mata melebar menatap aku yang kian dekat.
Dalam hening, suara lembut Mak Lela keluar
"Jangan Kamal .... jangan ........ ayolah ...."
Dia meletakkan tangannya di dadaku saat
menggerakkan kepalanya ke belakang sedikit
untuk menjaga agar bibir kami tak bertemu. Aku
perlahan-lahan menutup jarak yang tersisa,
bibirku mendekat dan lebih dekat dengan
wajahnya, sampai aku merasakan sensasi ketika
bibirku menyentuh bibirnya dan kemudian diam
dalam ciuman lembut sehingga menyebabkan
Mak Lela mengeluarkan tertahan "huhmmm"!
Aku menggerakkan kepala sedikit ke atas dan
bawah gerak, melumat bibirnya ketika kelopak
matanya bergetar dan perkelahian tampak di
wajahnya. Aku mundur, bibir kami berpisah
pelan-pelan, menunggu sejenak dan kemudian
mendekat dengan bibir terbuka untuk
mempertemukan miliknya dengan aku. Aku
membelai lembut bibirnya saat ia mengeluarkan
erangan lembut lain dan aku merasa ketegangan
di wajahnya luruh ketika tekanan tangannya di
dadaku melemah.
Aku mundur sekali lagi, sampai kami terpisah
beberapa inci dan terfokus dalam di wajahnya.
Dia memandangku terselubung di bawah
kelopak mata, napasnya pendek dan cepat,
bibirnya terbuka dan basah. Aku mulai
membungkuk ke depan lagi, menjaga mataku
pada bibirnya saat ia terus-menerus melirik dari
mataku ke mulutku dan kembali lagi.
Ketika jarak kami hanya beberapa inci, Mak Lela
menatap lurus pada bibirku dan mengerang
pelan "Oh, Kamal!!".
Dia memiringkan kepalanya dan mulai
menyamakan geraknya dengan bibir terbuka.
Bersama-sama kami menutup kesenjangan ,
dan kemudian masing-masing bibir menyentuh
lembut dalam ciuman bergelora, ciuman penuh
birahi!! Kami bertahan sesaat, merasakan ciuman
yang menghalangi kami untuk bernafas dan
bergerak! Lalu perlahan kami mulai
menggoyangkan kepala, melumat bibir terbuka
bersama-sama, mengirimkan bunga-bunga api
di antara kami ketika kami menekan mulut kita
lebih tegas bersama-sama. Aku mengulurkan
tangan dan meletakkan tangan di pinggang,
menelusurinya naik dan turun di sisi dan
kemudian secara bertahap menariknya ke
arahku. Mak Lela tidak menunjukkan perlawanan,
ketika ia tampak melayang melintasi jarak yang
memisahkan kami hingga aku bisa merasakan
payudaranya yang besar dan tangannya melekat
di dadaku. Aku pindah tangan ke depan baju
tidurnya, kemudian menyelipkan kedua tangan
ke pinggangnya.
Aku lembut menariknya ke arahku, payudaranya
menekan ke dadaku. Ketika kami melanjutkan
ciuman, kepala kami bergerak-gerak dalam tarian
yang lambat penuh nafsu, aku merasa pelukan
melingkar Mak Lela perlahan-lahan mendaki dada
dan bahuku sampai terbungkus erat di leherku.
Tubuh kami saling menekan. Payudaranya
semakin merapat ke dadaku, sementara
selangkangan kami bersama-sama menekan.
Saat panas ciuman kami mulai naik, Mak Lela
mengeluarkan jeritan tertahan dan bibir kami
membuka satu sama lain dalam gelora tak
terkendali.
Kepala kami lantas bergerak liar, seolah-olah
kami sedang mencari cara bagaimana agar
mulut kami kian rapat. Tanganku naik- turun ke
punggung Mak Lela, menyentuh semua
lengkungan yang pernah kubayangkan. Tanpa
melepas ciuman, dalam satu gerakan aku
menarik tangannya ke bawah dan menarik baju
dari bahunya dan membiarkannya jatuh ke
lantai. Ia segera memeluk kembali leherku saat
aku rapatkan tubuhnya kembali! Aku bisa
merasakan putingnya mengeras menusuk ke
dadaku ketika tanganku melanjutkan
penjelajahan tubuhnya. Aku sudah sangat
bernafsu ketika bibir kami terus beradu bersama-
sama, kami berdua saling mengerang di mulut!
Aku menggapai ke bawah dengan kedua tangan,
memegang ujung baju tidurnya, dan
menariknya sampai menutupi pinggang.
Tanganku balas ke bawah, memegang kedua
pipi pantat tertutup sutra, dan menariknya erat-
erat pangkal paha aku.
"Uhhmmm !!!!" dia mengerang, tapi tidak
melepas ciuman!
Aku harus menyetubuhinya, sekarang, di mana
saja! Aku segera meletakkan lenganku di bawah
pahanya dan mengangkat ke pelukanku, cepat
berjalan menyusuri lorong ke kamarku dan
dengan lembut duduk di atas ranjang. Dia
tampak sangat kusut, kedua matanya berkaca-
kaca, mulutnya merah dan basah.
Dia menatapku. "Kamal, kita nggak boleh,
NGGAK BOLEH!" ucapnya sambil bergeser ke
tengah tempat tidur.
Aku mengulurkan tangan dan merangkak ke
arahnya, menyambar lengan atasnya, lantas
menarik Mak Lela dengan berlutut di atas
ranjang. Saat kami bertemu di tengah tempat
tidur, kami berdua berlutut, aku mulai merapat
lagi. Lalu aku memeluk dan menatap matanya
yang terbuka lebar berjaga-jaga.
"Tidak Kamal, tolong, biar Mak keluar saja, kita
tidak bisa melakukan mmmppphhhh ....!" Aku
memotong ucapannya dengan sebuah ciuman
ketika mulut Mak Lela terbuka.
Dia berjuang beberapa saat ketika aku
menciumnya dengan, dan kemudian Mak Lela
luluh dalam pelukanku sesaat sebelum dia mulai
mengerang lemah dan mulai kembali
menyambut ciumanku. Perlahan-lahan
lengannya merayapi dada dan bahuku ketika
ciuman berlanjut lebih hangat dan kian panas
sampai kami berdua melayang sehingga
kehilangan kendali dalam gairah menggebu.
Kami mengerang, mulut kami menyatu,
berputar terhadap satu sama lain. Selangkangan
kami saling melekat dan aku dapat merasakan
birahiku mulai mendidih dalam kegilaan, ingin
segera mengeluarkan penis. Aku meraih ujung
daster Mak Lela dan mengangkatnya perlahan-
lahan melewati pinggul dan berhenti tepat di
bawah pangkal lengan hingga payudaranya
terbuka sudah.
Aku melirik ke bawah dan merasakan penisku
bergerak-gerak dengan denyutan keras. Tampak
pula betis Mak Lela bagaikan padi bernas,
pahanya montok namun lembut, dan pinggul
seksinya yang masih terbalut celana dalam
bermerek Bordelle. Aku tak sanggup menahan
diri, langsung saja ku jelajahi paha dan meremas
pinggulnya yang selama beberapa hari ini hanya
menjadi khayalanku. Ya Tuhan betapa aku
menginginkan perempuan yang tak pernah ku
bayangkan sepanjang hidupku: mertua
perempuanku!
Pinggul kami pun mulai bergerak, perlahan-
lahan, menyesuaikan dengan irama dan
kecepatan ciuman kami. Tanganku naik-turun di
pinggul dan bokongnya, mencengkeran bulatan
kembar yang masih terbalut celana dalam sutra
itu. Selanjutnya tanganku mendaki hingga ujung
daster yang sudah berada di pangkal lengan Mak
Lela.
Aku bergerak mundur sedikit sehingga dapat
menarik daster Mak Lela lebih tinggi melewati
dadanya. Daster itu pelan-pelan tanggal dari
tubuh Mak Lela yang terasa hangat. Mula-mula
melwati payudaranya, putingnya yang
mengeras, terus ke leher Mak Lela. Tampaklah
dua payudaranya yang selama ini tersembunyi.
Kini teah terbuka dan seakan mengundang aku
untuk segera menyentuhnya. Kuning langsat
seukuran melon namun sedikit rayud
(menggelantung) dengan lingkar areola coklat
bersemu merah. Alangkah indah.
Segera saja aku sergap bagian bawah payudara
Mak Lela dan perlahan-lahan bergeser ke atas,
membelai satu-persatu buah dada itu, hingga
jari-jariku sampai ke putingnya. Ku pilin dengan
lembut masing-masing puting secara
bergantian.
Mak Lela mengerang "EEEHHMMMMM"!! dan
semakin mendorong payudaranya ke tanganku,
masing-masing buah dada itu bergerak setiap
jariku memilin putingnya seolah-olah berusaha
memuaskan rasa geli yang tertahan selama ini.
Aku menghentikan ciuman dan menundukkan
kepala ke buah dada sebelah kiri dan menangkap
puting dan areola dalam mulutku dan mulai
membasahinya dan merangsang puting Mak
Lela dengan lidahku! Dia mengeluarkan erangan
lain dan menyambar kepalaku dengan kedua
tangannya, jari-jarinya bergerak di rambutku.
Aku melingkarkan tanganku di pinggangnya,
menariknya ke arahku, mendorong lebih dalam
buah dadanya ke dalam mulutku dan mengisap
putingnya lama-lama. Tangannya terus bergerak
dan menarik-narik rambutku sambil mulutnya
tak henti-henti mengeluarkan erangan lemah
seperti menangis.
Tangan kiri Mak Lela kemudian meninggalkan
kepalaku dan mengarah ke pinggangku, berhenti
sejenak, kemudian ragu-ragu meraih ke bawah
bajuku dan membelai ringan dadaku. Ketika
lidahku berpindah merangsang buah dada
lainnya, tangannya lebih bebas menjelajahi
tubuhku.
Tanpa menurunkan rangsangan di putingnya,
aku menyambar daster yang masih melekat di
lehernya dan menariknya lebih tinggi, membuat
tangannya ikut naik dan membuat daster itu
tanggal seluruhnya. Rupanya Mak Lela tak mau
telanjang sendiri, karena setelah dasternya
terlempar ke lantai, aku rasakan tangannya
menarik-narik kausku, memaksa aku
melepaskan kulumanku di payudaranya. Setelah
kuasku tanggal, kami saling bertatapan sejenak
dalam keadaan telanjang dari pinggul ke atas.
Aku selipkan tangan di pinggulnya, sedangkan
Mak Lela melingkarkan kedua tangannya di
leherku, kemudian mulut kami kembali bertemu
dalam ciuman yang kian menggelora. Sentuhan
payudaranya yang tenggelam dalam dadaku
membuat birahiku makin menggila dan kupikir
lebih baik menyetubuhi Mak Lela secepatnya,
atau aku akan muncrat di celana!


Adult | GO HOME | Exit
1/1797
U-ON

inc Powered by Xtgem.com